Sabtu, 12 Juli 2025

TINTA LARA PADA SERPIHAN RENJANA | Sebuah puisi tentang kehilangan, kenangan, dan keheningan yang dititipkan pada angin.

 

Ada masa dimana kita tidak bisa berteriak

tidak bisa berbuat banyak, dan tak ada seorang pun 

yang mengetahui apa yang kita rasa.

dan hanya pada puisi kita menyampaikan apa isi hati kita,

apa yang kita rasa, dan apa yang terjadi pada kita


puisi ini terlahir di malam yang kelam

tercipta di ruang yang sepi, dan puisi ini

menyampaikan tentang sepi yang tak ternama.

pada relung hati yang bercerita melalui diksi diksi

dan semoga puisi ini menjadi penawar bagi kamu

yang belum bisa melupakan tentangnya




Tinta Lara pada Serpihan Renjana

                                                                    karya: Riyansah

Masihkah ingat tentang tinta lara ini, hai kalbuku?
Rasanya aku seperti atmaja yang merindu senja,
walau kutahu, senja akhirnya akan pergi—ditelan malam.

Pada kelopak mawar yang menyentuh tanah,
karena desir angin yang menerpanya...
Rinai hujan di hamparan sepi,
sama saja seperti mencari rumput di gurun pasir.

Pada seuntai puisi, aku bercerita.
Pada semilir angin, kutitip serpihan renjana.

                                                                 Batam, 13 juli 2025




jika di jelaskan secara detail , puisi ini menceritakan tentang perpisahan, kerinduan, dan  kesendirian yang sudah menyatu dalam kesunyian. puisi ini bukan tentang seorang yang merengek tentang pedihnya perpisahan namun tentang seseorang yang sudah lama tenggelam dalam keheningan, sehingga menjadikan alam sebagai pengantar rasa sepi yang dia alami 

sebagaimana dalam baris pertama 

      "masikah ingat tentang tinta lara ini, hai kalbuku?"

pada bagian ini kita bisa mengetahui bahwasannya sang penulis sedang berbicara kepada dirinya sendiri, dan bukan kepada orang lain. karena ia sadar bahwasaanya hatinya telah lama tenggelam dan hampir mati karena kesepian yang berlarut larut di dalamnya


dalam puisi ini, sang penulis banyak menggunakan diksi simbolisme dan imanijasi. seperti senja dalam puisi ini dijalaskan aerti kata senja adalah sesuatu yang indah namun sementara, disini kita menyadari bahwasannya sesuatu yang indah sekalipun akan meninggalkan kita, dan ini bukan hanya sekadar kata kata puitis. namun juga sebagai filosofi kehidupan,

      “Rasanya aku seperti atmaja yang merindu senja, 

        walau kutahu senja akhirnya akan pergi—ditelan malam.”

pada bagian ini sangat jelas bahwasannya sang penulis membandingkan dirinya dengan kata atmaja (seorang anak) yang menciptakan citra kerinduan yang polos, bagai seorang anak yang menunggu ayahnya pulang, namun dia tidak tahu kapan ayahnya akan pulang


di bagian yang lain juga di ceritakan tentang kelopak mawar menyentuh tanah, yang berarti keindahan yang mudah rapuh. desir angin juga menggambarkan sesuatu kenyataan yang tidak bisa di lawan , dan membuat keindahan yang rapuh itu akan jatuh dan hilang


Rinai Hujan di Hamparan Sepi

“Sama saja seperti mencari rumput di gurun pasir.”
Satu kalimat ini menyiratkan usaha sia-sia.
Kamu tahu bahwa menunggu, berharap, atau mencari dia adalah aksi yang mustahil, tapi kamu tetap menyebutkannya—karena itulah kenyataannya.

Ini adalah bentuk kerinduan eksistensial, yang tahu bahwa yang dirindukan tidak akan pernah datang lagi, namun tetap merasa harus menyampaikannya.


Semilir Angin dan Renjana

“Pada semilir angin, kutitip serpihan renjana.”
Kata renjana berarti cinta yang mendalam, nyaris spiritual.
Kamu menitipkannya pada angin, sesuatu yang tak bisa ditangkap, tak bisa disimpan, dan tak pernah menetap.

Ini pengakuan bahwa cinta itu tak bisa kamu simpan lagi.
Kamu melepaskannya, tapi dengan cara paling puitis dan menyakitkan: dengan harapan angin akan menyampaikan, walau kamu tahu angin tak pernah benar-benar kembali.


    puisi ini adalah bagian dari prosesku, yang sulit dalam melupakan seseorang, menceritakan tentang diriku yang berusaha keras berdamai dengan keadaan karena perpisahan yang sulit intuk di ceritakan,


pesan penulis kepada pembaca


terkadang hidup bukan selalu apa yang kita harapkan

namun hidup juga bagian dari sebuah ketetapan

jadi janganlah terpaku kepada sebuah angan yang belum terisi dengan kejelasan

karena pada hakikatnya tuhan sudah menetapkan jalan bagi setiap insan

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar